"Kulit gorengannya garing dan bikin ketagihan. Rasanya khas jadi nggak bosen-bosen," tutur Wiwi (22), seorang pembeli yang mengomentari rasanya.
Yusuf Amin (53), dikenal sebagai pemilik Gorengan Cendana, mengatakan rahasia gorengan buatannya memang sengaja dibuat kering dan warnanya agak kecokelatan. Makanannya memang lebih pas dimakana diwaktu masih hangat. Tapi, kata Yusuf, Gorengan Cendana dalam keadaan dingin pun akan tetap nikmat.
Yusuf Amin (54). Pemuda asal Cirebon (21) yang tidak lulus SD menikah dengan gadis yang bernama Sumarni (14), dengan hanya bermodalkan tekad, Yusuf Amin muda terus berjuang mencari sesuap nasi, untuk menghidupi sang istri tercinta.
Ketika sang Istri mengandung, sawah di daerahnya banyak yang kering karena kemarau. Yusuf yang sehari-hari membantu orang tuanya yang sebagai buruh tani pun menganggur. Tak tahan menganggur, Yusuf pun memutuskan untuk merantau ke Bandung pada tahun 1975. Dengan bekal Rp. 500 untuk ongkos naik bis, dan ia akhirnya pergi ke Bandung untuk mencari nafkah bermodal doa dari istri, mertua dan orang tuanya."Saya pertama ke Bandung minta restu orang tua, pidua'na (bahasa sunda artinya meminta doanya) supaya hidup saya berkah. Waktu itu saya tidak minta harta. Itu mungkin dinamakan rejeki berkah. Pendapatan sedikit, tapi cukup untuk yang lain. Apalagi pendapatan banyak" kata Yusuf kepada tabloid al hikmah.
Berawal dari berjualan skoteng di Bandung, ia menginap di rumah kakak sepupunya di Cihaurgeulis. Mulai seusai shalat isya sampai jam 2 malam Yusuf pun mulai menjajakan dagangannya dari rumahnya sampai Gegerkalong. Saat itu udara terasa sangat dingin di Bandung, Yusuf terus bersemangat guna membiayai istrinya yang sedang hamil. Terus teringat dipikirannya untuk terus berjualan demi membahagiakan istrinya. Rupiah demi rupiah dia simpan di celengan kalengnya. Hingga pada 25 Agustus 1975 lahirlah seorang bayi laki-laki buah cinta Yusuf dengan Istrinya, perjuangan 20 hari berjualan sekoteng akhirnya dapat membiayai persalinan istrinya.
Saat anaknya berusia 8 bulan, Yusuf pun membawa keluarganya ke Bandung. Tinggal di Haur Pancuh bekas jongko pasar yang tidak layak huni sebagai tempat bermukim keluarganya. Dan membeli gerobak sekoteng seharga 4500 milik temannya. Yusuf pun kembali berjualan sekoteng. Dua tahun berlalu ternyata jerih payahnya belum mampu mensejahterakan keluarganya. Ia memiliki cita-cita untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perkuliahan. Tentu ini cita-cita yang luar biasa, dengan kondisi pada waktu itu.
Tahun 1977 akhirnya Yusuf beralih menjadi penjual Gorengan, dengan modal RP. 67500 untuk membeli gerobak dengan peralatannya. Ia pun berjualan di sekitar Ciliwung kota Bandung. Tapi cuman bertahan sebentar, dan kemudian ia pun pindah ke jalan Cendana, karena melihat ada seorang ibu yang juga menjual gorengan disana.
Ia memulai usahanya sesudah shalat Dzuhur sampai jam 21.00. Bersama sang istri dan anak pertamanya yang baru berusia 2 tahun kemudian ia memulai berdagang. Hari pertama, Yusuf mengeluarkan modal Rp. 4000 untuk belanja dan hasil penjualannya hanya 400. Tapi itu bukan hal yang membuat Yusuf cepat mengeluh dan menyerah. Berkat ketekunan dan doa, penjualan gorengan dari hari ke hari semakin bertambah hingga akhirnya bisa mencapai balik modal. Yusuf dan keluarga yang selalu sholat tepat waktu dan terbiasa berpuasa senin kamis plus shalat sunat tak lupa ia kerjakan juga.
Mulai dari berjualan dengan sepi pembeli sampai dengan hujan-hujanan sambil dorong gerobak bersama istri, anaknya di masukan ke dalam gerobak dengan beralaskan kardus. Ketekunan Yusuf dan keluarga akhirnya berbuah hasil, ditahun 1983 yusuf dapat membeli rumah sederhana dan pada tahun 1988 ia pun dapat berhaji berdua bersama isterinya. Dan sepulang dari Haji usahapun semakin laris.
Mulai dari orang biasa sampai konglemerat pernah merasakan gorengannya, kini ia telah bisa menyekolahkan ke empat anaknya hingga perguruan tinggi. Dua orang diantaranya menjadi dokter umum. Tak lupa ia pun membantu anak saudaranya untuk bersekolah sampai perguruan tinggi. Rumah yusuf pun satu diantaranya didedikasikan untuk kepentingan umat dan sisanya untuk anak-anaknya serta karyawannya yang kini berjumlah 10 karyawan. Tak lupa kepada orang tuanya pun dibangunkan rumah dan naik haji. Sampai memberikan beberapa bidang tanah untuk digarap oleh saudara-saudaranya di Cirebon dan memperkerjakan tetangganya yang menganggur. Semua yang ia lakukan bukan hanya untuk dirinya pribadi tetapi untuk sesamanya dan mengharapkan ridho dari Allah SWT.
Semua yang dilakukan saat Yusuf masih sangat sederhana, prinsipnya memberi sesuatu tidak mesti menunggu kaya. "Tekad saya, Allah ngasih rejeki. Supaya rejeki itu langgeng, maka harus berbagi dan memang terasa manfaatnya," ungkap Yusup. Sampai saat ini ia pun mengaku meraup keuntungan 3-4 juta perhari atau 90-120 juta perbulan, Omset bisa naik berlipat-lipat saat bulan pernuh berkah tiba (Ramadhan).
Itulah perjalanan Haji Yusuf Amin, pedagang gorengan di Cendana Bandung yang bermodal tekad kuat untuk menghidupi keluarganya, mencari rejeki yang berkah tentunya dengan cara yang halal.
[sumber dirangkum dari majalah AlHikmah edisi 46]
1 komentar:
Ceritanya membuat semangat .. dan meyakinkan perubahan .. http://dafi.sitekno.com
Posting Komentar